Dalam rangka Hari Aids Sedunia pada tanggal 1 Desember 2024 yang bertepatan dengan perayaan Minggu Adventus pertama, Klasis Kota Ambon menggelar aksi solidaritas mendukung anak-anak terdampak HIV dalam gerakan Aksi Seribu Rupiah Untuk Sadha (Saudara Yang Hidup Dengan HIV dan AIDS). Menurut pendapat Ketua Klasis GPM Kota Ambon, Pdt. Riko Rikumahu, bahwa aksi seribu adalah cara gereja memberi dukungan untuk saudara-saudara yang Hidup dengan HIV. Katanya : “Peran gereja adalah melihat Sadha bukan sebagai orang berdosa, tapi sebagai saudara yang sama dengan kita dan mereka menjadi bagian dari persekutuan orang percaya”. Penekanannya tentang makna persekutuan yang adil merupakan respon teologi gereja secara benar. Sebab, selama ini masih ada pemahaman teologi yang keliru tentang virus HIV sebagai kutukan Tuhan dan karena itu mereka yang positif HIV pun dianggap sebagai orang terkutuk.

Pendeta Sandra Pesiwarissa dalam khotbah minggu pada jam 9 pagi di Gereja Maranatha menyampaikan pula pesan bahwa perlunya warga gereja untuk hidup bersama dalam sikap yang penuh cinta kasih dan adil dengan Sadha, termasuk dengan mereka yang terdampak HIV atau mereka yang hidup bersama dengan Sadha. Di dalam pemberitaannya, Pendeta Sandra menekankan pentingnya setiap orang percaya melakukan kritik diri dengan pertanyaan-pertanyaan reflektif terkait dengan tanggung jawab untuk mendukung masa depan anak-anak terdampak HIV. Pendeta yang sehari-hari bertugas sebagai Sekretaris di Lembaga Pembinaan Jemaat GPM dan pegiat pada isu HIV-AIDS sekaligus adalah pendamping dan pembina pada Yayasan Huni Meku Manise dalam khotbahnya mengajak jemaat untuk turut terlibat dalam aksi solidaritas mendukung pelaksanaan Sekolah Ceria bagi anak-anak terdampak HIV. Dukungan ini penting dalam tanggung jawab penanggulangan HIV, ketika pada satu sisi negara ini berharap 2030 dapat mencapai zero HIV, namun pada sisi lain data angka kasus setiap tahun terus meningkat.

Data enam bulan pertama tahun 2024 menunjukkan jumlah kasus baru HIV sebanyak 469 kasus. Data ini dapatlah dikatakan mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan tahun 2023 dengan jumlah kasus yakni 731 kasus. Ada kenaikan sekitar 14,1 %  di 6 bulan pertama pada tahun 2024. Pdt. Rizaldy Amdery, Sekertaris Bidang PIPK yang bertanggung jawab untuk mengelola program dan kegiatan penanggulangan HIV-AIDS, melihat data kasus ini sebagai tantangan bagi gereja untuk memberi perhatian yang lebih serius, terutama pada anak-anak terdampak. Baginya, anak-anak adalah generasi penerus dan masa depan bagi gereja serta bangsa ini. Karena itu tanggung jawab menyelamatkan mereka merupakan tanggung jawab gereja menghadirkan Syaloom Allah. “Seribu rupiah mungkin dipandang oleh sebagian orang sebagai mata uang yang bernilai kecil bahkan mungkin tidak ada harganya. Namun jumlah yang kecil ini bisa membawa perubahan yang besar untuk membantu mereka yang terinfeksi HIV dan AIDS,” tegas Pendeta Riz yang hadir dalam ibadah minggu pagi itu dan memastikan aksi seribu berjalan dengan baik. Bersama dengan Pdt. Ado Titiahi sebagai Sekretaris Bidang PTPU di Klasis Kota Ambon, ibadah minggu adventus pertama tersebut diatur dengan melakukan aksi solidaritas: Seribu rupiah mendukung anak-anak terdampak HIV.

Hasil dari aksi ini akan disalurkan ke Yayasan Huni Meku Manise untuk mendukung salah satu program mereka terhadap anak-anak terdampak yakni sekolah ceria. Ada 37 (tiga puluh tujuh) anak terdampak yang didampingi oleh Yayasan Huni Meku selama ini. Anak-anak terdampak adalah anak-anak yang hidup dengan virus HIV dan anak-anak yang hidup dengan orang yang positif HIV atau Sadha. Anak-anak ini umumnya berusia 10 tahun ke bawah dan ada 15 anak yang positif sejak lahir. Evie Kaya, Ketua Pengurus Yayasan Huni Meku Manise, menjelaskan Sekolah Ceria merupakan salah satu program prioritas dan misi  yayasan yang dilakukan 3 hingga 4 kali dalam setahun. Dana yang terbatas menjadi salah satu tantangan bagi yayasan untuk melakukan kegiatan ini secara rutin di tiap bulan. Namun hal ini tidak menjadi penghalang bagi beberapa teman yang bersedia menjadi guru sekaligus pendamping sekolah cerita. Isye Huliselan, seorang pegiat isu HIV-AIDS yang telah lama berkecimpung dengan isu ini di dunia internasional, ikut memberikan kontribusi penting bagi eksisnya sekolah ceria. Dari idenya, dikemaslah beberapa kegiatan untuk sekolah ceria, yakni kelas ceria, tampa baca deng balajar, posyandu ceria, dan home/hospital visit. Sekolah ceria ini juga membuka ruang bagi anak-anak lainnya atau yang bukan anak-anak terdampak untuk terlibat memberikan dukungan bagi sesama temannya. Seluruh kegiatan positif ini direspon pula dengan baik oleh Klasis GPM Kota Ambon.

Dengan komitmen untuk JAUHI VIRUSNYA BUKAN ORANGNYA, Klasis GPM Kota Ambon pun terus menciptakan persekutuan sebagai rumah bersama yang adil bagi Saudara yang Hidup Dengan HIV dan AIDS (Sadha).