By - admin

Stunting dan efek jangka panjang pada ledakan demografi

Bulan lalu dengan berat hati saya harus berkunjung ke dokter spesialis anak. Bukan karena anak saya sakit namun karena kekhawatiran kami tentang Stunting. Sekilas, fisiknya tidak ada yang salah. Anak saya, Khalid tetap ceria dan aktif seperti biasa. Namun yang menjadi kegundahan saya adalah berat badannya yang sulit naik dan tingginya yang tidak ada kenaikan yang signifikan dari bulan ke bulan.

Tak ingin menduga-duga, kami langsung menemui dokter Spesialis anak. Hasilnya cukup baik. Menurut dokter, Khalid tidak termasukStunting maupun gizi buruk. Hanya saja dalam kurvanya Khalid berada di batas normal bawah. Dokter menyarankan susu dan vitamin untuk di konsumsi anak saya. Tentu saja pemenuhan gizi seimbang melalui makanan menjadi wajib saya perhatikan. Pesan dokter, biasakan anak makan makanan bervariasi. Jangan lupa daging. Karena daging mengandung zat besi yang dibutuhkan untuk perkembangan tubuhnya. Pemantauan kembali dilakukan tiga bulan berikutnya. Semoga saja Khalid sudah mengalami kenaikan berat badan dan tinggi badan yang maksimal saat kembali kontrol.

Stunting ?
Pernahkah ibu-ibu sekalian mendengar kata ini ? atau bahkan asing ? jika belum tahu tentang Stunting maka sebaiknya segera cari tahu karena Stunting adalah ancaman serius bagi buah hati kita. Stunting kata lainnya adalah kerdil. Namun bukan hanya kerdil badannya tetapi juga perkembangan otaknya. Secara garis besar Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh kekurangan asupan gizi dalam jangka waktu tertentu. Stunting dimulai ketika masih dalam bentuk janin alias pada saat masa kehamilan. Kurangnya asupan gizi pada ibu hamil mengakibatkan melahirkan bayi dalam keadaan berat badan rendah dan pendek. Idealnya bayi terlahir dengan berat badan minimal 2500 gr dan tinggi 48cm.

Data stunting di Indonesia cukup mengkhawatirkan. Berdasarkan riset kesehatan dasar 2013 mencatat prevalensi stunting nasional mencapai 37,2% meningkat dari tahun 2010 yakni 35,6% dan 2007 36.8%. Artinya pertumbuhan tak maksimal di derita oleh sekitar 8.9 juta anak Indonesia atau bisa di bilang satu dari tiga anak Indonesia berpotensi stunting. Hal ini lebih besar di bandingkan negara-negara lain di Asia Tenggara yakni Myanmar 35%,  Vietnam 23% dan Thailand 16%

Berdasarkan riset diatas, pemerintah Indonesia mentargetkan prevalensi stunting turun dari 37% (2013) menjadi 28% pada tahun 2019. Tentu kita harus mendukung pemerintah dalam menanggulangi prevalensi stunting demi terwujudnya Indonesia Sehat. Ketahanan nasional dimulai dari ketahanan keluarga.

Stunting bahkan bisa dimulai sejak 1000 hari pertama kehidupan. 1000 hari pertama ini dimulai ketika sang ibu hamil (270 hari) hingga sampai bayi berumur dua tahun (730 hari). Masa ini adalah masa keemasan pertumbuhan anak. Pemenuhan gizi seimbang sangat dibutuhkan. Secara garis besar masalah stunting dapat di urai dalam beberapa bagian berikut ini :

  1. Kurangnya pengetahuan tentang gizi seimbang
    masalahnya sampai saat ini masih banyak orang tua yang mempercayai pemberian MPASI tunggal pada anaknya padahal pada masa awal MPASI, saat usia  6 bulan, anak sangat membutuhkan setidaknya 770 kkal. Hal ini tidak dapat dipenuhi hanya dengan menu tunggal.
  2. Faktor Ekonomi

Sudah menjadi rahasia umum, jika ekonomi salah satu penyumbang gizi buruk pada anak. Pernah mendengar kasus anak bayi diberi susu kental manis (saat ini susu sudah tidak boleh di labelkan pada skim kental manis) akibat faktor ekonomi sang orang tua. Belum lagi pemberian mie instan pada anak bayi yang dianggap wajar.

  • Kekurangan Gizi saat Hamil

seorang ibu yang mengalami malnutrisi beresiko melahirkan bayi malnutrisi. Bayi yang lahir dalam keadaan berat badan rendah berpotensi menghadapi banyak penyakit karena daya tahan tubuhnya yang lemah.

  • Pengabaian pada Pertumbuhan Anak

Siapa yang pernah mendengar “ Ah, tidak masalah anakku pendek yang penting sehat” padahal anak kerdil ada indikasi masalah dalam tubuhnya. Bisa jadi penyerapan nutrisinya yang salah atau memang tidak mendapat nutrisi yang tepat. Cek dan kontrol secara rutin tinggi, berat badan, lingkar kepala dan catat.

  • Tidak Membiasakan Anak dengan Menu Bervariasi

Salah satu penyumbang stunting adalah sedikitnya anak yang menyukai sayur maupun lauk pauk. Anak picky eater cenderung sulit menaikkan berat badannya. Nutrisi yang masuk kedalam tubuhnya juga sedikit. Menyebabkan perkembangan tubuh dan otaknya tidak maksimal.

Jika anak sudah mengalami stunting, apa akibatnya ? apakah hanya kerdil tubuhnya ? memiliki badan pendek diantara teman-temannya ? ternyata akibatnya sangat buruk dan jangka panjang. Lebih buruknya lagi, akibat dari stunting ini bersifat irreversible alias tidak bisa diperbaiki. Karena yang diserang stunting bukan hanya tinggi badan namun juga otak.

Akibat dari stunting dapat di rinci sebagai berikut:

Menurunnya Produktifitas

Penelitian menyebutkan anak yang terkena stunting saat dewasa kelak berpotensi memiliki penghasilan rendah setidaknya 20% lebih kecil dibanding anak yang tidak terkena stunting. Hal ini di akibatkan oleh lemahnya daya tangkap dan kondisi fisik anak stunting.

Menurunnya prestasi
Rendahnya asupan gizi pada anak stunting tak hanya mempengaruhi pertumbuhan fisik tapi juga otaknya. Hal ini berakibat pada perkembangan IQ nya yang tidak maksimal. Akibatnya prestasi akademiknya akan rendah.

Menurunnya kemampuan Bersaing
Anak stunting akan tertinggal dalam bersaing. Ia akan mengalami kekalahan demi kekalahan akibat perkembangan fisik dan otaknya yang tidak sempurna. Tentu ini akan mengancam keberadaannya dalam daya saing global yang berimbas pada kehidupannya.

Merusak Ekonomi Masyarat dan Negara
Ketidakmampuannya dalam bersaing membuatnya akan tersisih. Hal ini menyebabkan ia akan menjadi beban negara dan masyarakat.

Beresiko mengalami penyakit kronis ketika dewasa
Metabolismenya yang tidak berkembang sempurna menjadikan anak stunting berpotensi terkena penyakit serius seperti diabetes, jantung, kanker dll.

Membayangkan anak saya akan mengalami kelima hal diatas membuat saya merinding. Jauh sebelum dia menjadi beban negara terlebih dahulu ia akan menjadi beban orang tua. Jadi bagaimana bu ? masih tenang saat anak tidak tumbuh tinggi secara optimal ? namun kabar baiknya Stunting ini dapat di cegah ! jadi jangan buru-buru pesimis.

Tidak ada masalah yang tidak dapat dicegah. Asal kita tahu dan mengenali kondisi masalah yang saat ini menyerang kita maka apapun itu dapat dicegah. Termasuk stunting. Prevalensi stunting dapat di cegah melalui:

Pemberian cukup gizi pada masa 1000 hari per tama kehidupannya.

Artinya mulai berikan perhatian serius pada ibu hamil. Minum suplemen yang diberikan oleh dokter semasa hamil dan kontrolkan kehamilan sebulan sekali

Pemberian ASI

ASI dimulai saat pertama kali anak dilahirkan yakni IMD kemudian dilanjutkan ASI Eksklusif selama 6 bulan dan tetap dilanjutkan ASI hinga anak berusia 2 tahun.

Pemberian MPASI dengan tepat
Lupakan menu MPASI tunggal. Anak butuh gizi lebih dari sekedar alpukat yang dilumatkan dengan ASIP. Berikan ia makanan yg bervariasi dan tentu saja sesuaikan dengan kemampuan mulutnya dalam mengunyah.

Perhatikan Menu Harian Keluarga “Isi Piringku”

Biasakan anak mengkonsumsi menu ala “isi piringku” yakni ½ dari piring adalah buah dan sayur, ¼ piring adalah karbohidrat (biji-bijian, beras, gandum dll), dan ¼ piring makanan di isi dengan sumber protein baik hewani maupun nabati.

Pantau perkembangan anak di Posyandu terdekat dan lakukan imunisasi secara lengkap

Jangan lupa setiap kali ke posyandu atau puskesmas minta petugasnya mengisi langsung dan menerangkan KMS (Kartu Menuju Sehat) pada kita agar perkembangan anak dapat tercatat dan dipantau.

Jangan lupa setiap kali ke posyandu atau puskesmas minta petugasnya mengisi langsung dan menerangkan KMS (Kartu Menuju Sehat) pada kita agar perkembangan anak dapat tercatat dan dipantau.

Ada berita gembira bahwa tahun 2030 Indonesia akan menikmati bonus demografi. Bonus demografi adalah kondisi populasi Indonesia usia produktif lebih banyak dari pada usia nonproduktif. Jika Indonesia menikmati bonus demografi pada tahun 2030 maka anak-anak yang saat ini berusia balita akan menjadi bagian dari bonus demografi.

Lalu apa hubungannya dengan stunting ?
Disinilah titik krusialnya. Meningkatnya secara tajam usia porduktif mengakibatkan persaingan semakin ketat. Jika anak mengalami stunting bisakah ia bersaing secara kualitas ? Bagaimana ia akan berkarya jika produktifitasnya tidak optimal ?
Maka ledakan demografi hanyalah sebuah beban bagi negara jika usia produktif di isi oleh generasi kurang gizi seperti stunting. Sedangkan bonus demografi dapat di nikmati jika sumber daya manusia berkualitas sehingga meningkatkan pendapatan perkapita suatu negara. Selain itu terserapnya tenaga kerja produktif memungkinkan berkurangnya pengangguran. Artinya tingkat kesejahteraan masyarakat meningkat.
Untuk mewujudkan bonus demografi maka kita harus berjuang menghilangkan stunting dari dalam masing-masing keluarga kita. Agar anak dapat tumbuh optimal dan memiliki daya saing global. Tanpa memerangi prevalensi stunting, maka ledakan demografi ini hanya akan menjadi beban pemerintah.
Dari paparan diatas, akibat buruk jangka panjang prevalensi stunting adalah Indonesia tidak dapat menikmati bonus demografi yang seharusnya menjadi titik tolak kemajuan Indonesia. Usia produktif diharapkan mampu menggenjot perekonomian suatu bangsa. Namun itu tidak akan terjadi jika sumber daya manusia yang dimiliki Indonesia tidak berkualitas.
Mari secara serius, menurunkan angka prevalensi stunting menjadi 28% ditahun 2019 demi mewujudkan Indonesia sehat. Ingat, Stunting dapat dicegah !


Salam,
Desy oktafia- Blog

Leave a Reply

Your email address will not be published.
*
*